Sebuah Pesan di Majlis Doa Bersama Lintas Agama

Salah satu praktik gebyah-uyah paling gawat saat ini boleh jadi adalah menganggap kejahatan yang dilakukan oleh pemeluk agama tertentu di satu wilayah tertentu sebagai representasi atas sikap seluruh pemeluk agama tersebut di seluruh wilayah di dunia.

Praktik menyamaratakan dan menghitamputihkan sesuatu ini tentu saja harus dihalau, sebab selain merendahkan nalar pikir, praktik ini juga berpotensi menimbulkan perpecahan.

Hal tersebut agaknya pas jika kita tautkan dengan kejadian yang sedang menimpa masyarakat Rohingya di Myanmar. Kekejaman pemerintah Myanmar kepada orang-orang Rohingya tidak bisa diartikan sebagai sikap orang-orang Budha di daerah lain hanya karena kebetulan mayoritas orang Myanmar beragama Budha.

"Dalam kitab kami, tak ada satu pun kalimat yang mengajarkan kekerasan, sebab kami meyakini, dalam ajaran kami, selalu berlaku hukum karma, berlaku baik berakibat kebaikan, dan berlaku jahat berakibat keburukan," ujar Bante Abhijato, bhiksu dari Vihara Mendut.

"Semua agama pasti punya kelompok ekstremisnya sendiri-sendiri, sekali lagi, semua agama, dan mereka tidak bisa dijadikan representasi atas sikap agama tersebut secara keseluruhan. Sama seperti ISIS yang tak bisa dijadikan sebagai perwakilan sikap Islam walau mereka mengaku Islam," kata Kyai Said Asrori.

Majlis doa bersama lintas agama bertajuk "Cinta untuk Rohingya" yang dihelat oleh Jamaah Kopdariyah semalam semakin meyakinkan saya, bahwa Tidak dalam keadaan beragama seseorang yang tega membantai dan membunuh sesamanya. Sebab semua agama selalu mengajarkan welas asih dan cinta.

Share: