Corat-coret Seragam saat Lulus?



Saya tak pernah bisa menggoblok-goblokan atau memaki anak-anak SMA yang mencorat-coret seragamnya setelah pengumuman kelulusan. Kenapa? Karena saya sendiri ngrumangsani, dulu juga melakukannya.

Saya cerita sedikit. Saya lulus SMA tahun 2009. Dan itu adalah salah satu kelegaan hidup yang sungguh tiada tara bagi saya. Betapa tidak, waktu itu, batas nilai minimal kelulusan ujian nasional untuk mata pelajaran matematika adalah 4,0. Dan saya begitu takut dengan mata pelajaran yang sama sekali tidak mengandung cinta dan kasih sayang itu.

Ketakutan saya tentu beralasan. Saat ujian matematika, saya hanya bisa menjawab tak lebih dari 10 soal dari 30 soal yg ada. Itupun saya tak yakin benar semua. Sisanya, saya pasrah. Taruhlah 10 soal yang bisa saya kerjakan itu benar semua, maka nilai yang bisa saya kunci adalah 3,3. Saya masih belum lulus. Agar saya bisa lulus dengan nilai minimal 4,0, saya harus punya minimal 12 jawaban benar.

Begitu ujian selesai, hampir seluruh semangat saya mereda. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Tentu saja saya terus memikirkan nilai matematika saya. Waktu tiga minggu (kalau ndak salah) menunggu hasil pengumuman ujian nasional saat itu terasa begituuuuu lama. Sungguh menyiksa.

Hingga akhirnya, pengumuman pun hadir. Saya dinyatakan lulus. Dan tahukah anda berapa nilai matematika saya? 4,7 sodara, 4,7. Betapa beruntungnya diri ini. Saya butuh 12 jawaban benar, dan Gusti Alloh memberi saya 14.

Maka, betapa bahagianya saya saat itu. Hampir jebol pertahanan air mata saya. Saya lihat, banyak kawan-kawan saya yang juga mengalami kebahagiaan dan kelegaan yang sama.

Dan apa yang saya lakukan setelah itu? Ya, corat coret dengan pilox. Persis seperti yang dilakukan kawan-kawan saya yang lain.

Apakah saya tidak berfikir bahwa menyumbangkan seragam ke orang yg lebih membutuhkan adalah jauh lebih baik daripada corat-coret seragam? Tentu hal itu juga terlintas di pikiran saya. Tapi ingat, kebahagiaan yang berlebih seringkali memang mengacaukan logika dan akal sehat yang luhur. Dan itu yang terjadi pada saya saat itu.

Padahal sehari sebelumnya, saya dan kawan sebangku saya, Sentiko, berniat untuk tidak mencorat-coret seragam. Sentiko berhasil melaksanakan niatnya, sedangkan saya tidak. Kebahagiaan kelulusan itulah yang membuat saya jadi gelap mata. Bonus dua soal dari Alloh itu yang membuat saya jadi lupa segalanya.

So, ketika tadi sore ada yang meminta pendapat saya tentang anak-anak SMA yang corat-coret seragam setelah kelulusan, pendapat saya jelas: SAYA INGIN MENYELAMATI MEREKA, DAN TIDAK MAU MENYALAHKAN MEREKA ATAS APA YANG SUDAH MEREKA PERBUAT. Lagipula, seragam-seragam mereka sendiri, pilox mereka juga beli sendiri. Lalu dimana masalahnya?. Beda soal kalau kemudian mereka berkonvoi tidak tertib dan bikin macet lalu lintas. Itu sudah lain perkara. Ingat, ini soal corat-coretnya, bukan soal konvoinya.

(Dulu saya corat-coret seragam, tapi tidak ikut konvoi. Lha meh konvoi gimana? Wong jaman SMA saya ke sekolahnya naik sepeda ontel, stangnya ndak bisa dibleyerke)

Lagipula, begini deh, coba pikirkan sedikit. Setelah lulus, mereka anak-anak SMA yang kalian anggap sebagai alay goblok itu bakal bergelut dengan sesuatu yang jauh lebih berat: seleksi masuk universitas, mencari kerja, atau yang paling nelangsa, menganggur dalam waktu yang sangat lama.

Jadi, tak bisakah kita memaklumi mereka untuk merayakan sedikit kebahagiaan sebelum tiba waktunya memasuki masa-masa sulit dalam kehidupan mereka? Kalau tidak bisa, Kok ya sungguh egois dan jahat sekali.

Saya paham, Anda mungkin tidak akan setuju dengan pemikiran saya yg memaklumi tindak corat-coret seragam itu. Tapi sungguh, jika dulu anda pernah berada dalam posisi saya, anda akan tahu mengapa saya bersikap begini.

Akhir kata, selamat atas kelulusan kalian, adik-adikku.

Oh ya, sampai lupa. Saya menerima dengan lapang dada, segala caci maki dan bully atas tulisan panjang ini... lha memangnya apa lagi yang bisa saya lakukan? Hahaha

(Ditulis di rumah tercinta, satu jam setelah terjebak macet di Muntilan karena konvoi kelulusan salah satu SMA swasta)
Share: